Sejak zaman nenek moyang dulu sampai sekarang, manusia suka mendengar
dan membaca dongeng. Dalam tradisi lisan, dulu, dongeng hidup dan diwariskan
dari mulut ke mulut sampai berabad-abad. Dunia rekaan yang disajikan dongeng
pada umumnya adalah 'mimpi-mimpi indah' tentang kebahagiaan, yang mampu
melambungkan perasaan dan imaji penikmatnya dari realitas keseharian yang
pahit. Ke dalam 'mimpi-mimpi indah' itu manusia bertamasya secara imajinatif
untuk sesaat melupakan realitas hidup sehari-hari yang getir.
Bagi masyarakat terpelajar yang memiliki
budaya baca tinggi
akan fiksi, cerpen menggantikan kebutuhan mereka akan
dongeng.
Cerita pendek (cerpen)
termasuk bagian karya sastra. Cerpen merupakan
cerminan jiwa pengarangnya; cerminan intelegensi, sikap, tanggung jawab
pribadi, dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Cerpen menurut Korrie Layun Rampan,
sesungguhnya memang merupakaan metamorfosis dongeng. Maka wajar, kalau yang
laris di pasar buku adalah fiksi-fiksi romantis yang cenderung 'mendongeng'
(menjual mimpi) semacam novel pop, novel remaja, serta kumpulan cerpen remaja.
Dalam perkembangannya, dari
segi bentuk dan panjangnya cerpen merupakan karya sastra yang paling cepat dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan media bukan sastra,
misalnya koran. Entah berapa ratus cerpen terpublikasikan di media pada setiap
bulannya, sebab hampir semua majalah hiburan dan surat kabar umum yang memiliki
edisi minggu menyediakan rubrik khusus cerpen.
Cerpen sebagai suatu karya
sastra yang relatif pendek, dengan hanya beberapa halaman, dengan
kalimat-kalimat realis yang sederhana, terbukti sanggup menggambarkan suatu kondisi
dengan tampilan yang utuh.
Karena itu, tradisi penulisan cerpen,
apapun gaya dan temanya, akan terus hidup untuk memenuhi kebutuhan pembacanya
akan dongeng, refleksi diri, sekaligus rekreasi emosional dan intelektual
mereka.
Cerpen hidup sejalan dengan
perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, berarti cerpen pertama kali tumbuh
di lingkungan masyarakat. Sejak kapan cerpen hidup di masyarakat Indonesia?
Untuk itulah makalah “Cerpen dan Perkembangannya di Indonesia” ini disusun,
agar memahami lebih dalam apa itu cerpen, sejarah dan perkembangannya di
Indonesia, serta agar lebih mengenal para cerpenis Indonesia.
2.
Pengertian Cerpen
Cerita pendek atau sering disingkat
sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa
naratif fiktif. Cerita pendek
cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang
lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena
singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra
seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan
dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Cerita pendek cenderung kurang kompleks
dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada
satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang
terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.
Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih
panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur
dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya); komplikasi
(peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat,
krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap
suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan
titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian
(bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.
Karena pendek, cerita-cerita pendek
dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita
pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal
yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam
cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung
klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek
biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak)
pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri
khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya. Cerpen
mempunyai 2 unsur yaitu unsure intrinsic dan ekstrinsik.
Menetapkan apa yang memisahkan cerita
pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang adalah sesuatu yang
problematik. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia harus
dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam
esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846).
Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah
kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita
pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000
kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.
Cerita pendek apabila diuraikan menurut
kata yang membentuknya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut : cerita artinya tuturan yang membentang bagaimana terjadinya suatu
hal, sedangkan pendek berarti kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam
situasi atau suatu ketika ( 1988 : 165 ).
Menurut Susanto dalam Tarigan (1984 :
176), cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau
kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada
dirinya sendiri.
Sementara itu, Sumardjo dan Saini (1997
: 37) mengatakan bahwa cerita pendek adalah cerita atau parasi (bukan analisis
argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek).
Dari beberapa pendapat di atas penulis
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan cerita pendek adalah karangan nasihat yang
bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan pelakunya
relatif singkat tetapi padat.
3.
Ciri-ciri Cerpen
Di atas penulis kemukakan bahwa masih
banyak orang belum mengetahui ciri-ciri sebuah cerita pendek. Mengenai hal
tersebut, di bawah ini penulis kemukakan ciri-ciri cerita pendek menurut
pendapat Sumarjo dan Saini (1997 : 36) sebagai berikut.
Ceritanya pendek ;
1.
Bersifat
rekaan (fiction) ;
2.
Bersifat
naratif ; dan
3.
Memiliki
kesan tunggal.
Pendapat lain mengenai ciri-ciri cerita
pendek di kemukakan pula oleh Lubis dalam Tarigan (1985 : 177) sebagai berikut.
1.
Cerita
Pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai
kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.
Dalam
sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
3.
Cerita
pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama.
4.
Cerita
pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.
Menurut Morris dalam Tarigan (1985 :
177), ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut.
1.
Ciri-ciri
utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and
intensity).
2.
Unsur-unsur
cerita pendek adalah adegan, toko, dan gerak (scena, character, and action).
3.
Bahasa
cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incicive,
suggestive, and alert).
4.
Macam-macam Cerpen
1.
Cerpen
yang pendek (short short story), yakni cerpen yang hanya berkisar 500 kata.
2.
Cerpen
yang panjangnya cukupan (middle short story)
3.
Cerpen
yang panjang (long short story), yakni cerpen yang katanya ribuan bahkan
puluhan ribu kata.
4.
Cerpen
yang panjang, cerpen ini menurut Nurgiantoro juga dapat disebut novellet.
5.
Sejarah Cerpen
Cerita pendek sebenarnya berasal dari
Mesir purba, sekitar 3200 SM. terbit cerpen Dua
Bersaudara. Bahkan kisah Piramus dan Tisbi yang dibuat Shekespeare ke dalam
drama disadur dari cerita pendek Yunani purba. Cerita pendek berkembang di
Eropa dimulai sekitar tahun 1812 dengan munculnya penulis Jacob Grimm dan
Wilhelm Grimm, mereka menerbitkan cerpen berdasarkan cerita rakyat. Sementara
perkembangan cerita pendek Amerika sekitar tahun 1912, penulis Washington
Irving yang memeloporinya. Jejak Irving diikuti oleh Edgar Allan Poe dan
Nathanael Hawthorne, mereka membuat cerpen dengan masing-masing corak. Edgar
Allan Poe menulis cerpen gothic yang seram, sehingga Edgar Allan Poe dinobatkan
sebagai bapak cerita detektif. Sedangkan Nathanael Hawthorne cerpen-cerpennya
bersifat filosofis.
Barulah sekitar tahun 1936 cerpen-cerpen
mulai mewarnai kesusastraan Indonesia.
6.
Perkembangan Cerpen di Indonesia
Perkembangan sastra Indonesia pertama
kali ditandai oleh sastra Nusantara (daerah), misalnya dengan munculnya
mantera, pantun, dongeng, legenda, dan sebagainya.
Setelah terjadinya Sumpah Pemuda pada
taanggal 28 Oktober 1928, pada waktu itu dicetuskan bahwa bahasa persatuan
adalah bahasa Indonesia. Pada periode itulah sastra Indonesia mulai tumbuh di
Indonesia, di antaranya dengan terbitnya roman-roman berbahasa Indonesia.
Tetapi kehadiran cerpen Indonesia baru terlihat sekitar tahun 1930-an.
Sebetulnya cerpen Indonesia kalah berkembang oleh cerpen daerah – misalnya pada
kesusastraan Sunda – perkembangan cerpennya sudah dimulai sekitar tahun
1928-an, sebagai contoh dengan terbitnya kumpun cerpen (carpon) berjudul Dogdog Pangrewong karya GS sekitar tahun
1928-an.
Kebangkitan cerpen di Indonesia ditandai
oleh Balai Pustaka yang menerbitkan Teman
Duduk karya M. Kasim. Selanjutnya Suman Hs dengan Kawan Bergelut-nya diterbitkan pada tahun 1938. Sastrawan Indonesia
dalam membuat cerpennya pada waktu itu masih bercorak dan berorientasi pada cerita-cerita
rakyat yang lucu.
Sejak tahun 1946 cerpen mulai hidup di
Indonesia. Bersama waktu dan perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia nilai
cerpen pun mulai berubah. Dahulu bercorak cerita rakyat, tahun 1940-an mulai
bergeser pada kehidupan rakyat sehari-hari. Contohnya karya Hamka yang berjudul
Di Dalam Lembah Kehidupan diterbitkan
pada tahun 1940, warna kehidupan rakyat sehari-hari sudah terlihat, walaupun
Hamka mengerjakannya secara sentimental.
Cerita pendek terus berkembang,
penyebarannya dibantu oleh majalah, di antaranya Majalah Panji Pustaka, Panca
Raya, dan Pujangga Baru. Para pengarang dalam proses kreatifnya semakin
merekayasa, berusaha membuat cerpen-cerpen yang bermutu, salah satunya Idrus.
Menurut Sumardjo (1980 : 52) bahwa Idrus mampu memperbaki mutu cerpen.
Dibandingkan pengarang sebelumnya, karya Idrus lekat dengan kehidupan
sehari-hari. Selain kalimatnya ekonomis, tema pun dipilih sangat sederhana.
Cerpen-cerpen Idrus diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Cerpen Indonesia mengalami masa subur
sekitar tahun 1950-an setelah era perang kemerdekaan. Buku-buku kumpulan cerpen
menandainya, di antaranya kumpulan cerpen Subuh
karya Pramoedya Ananta Toer (BP:1951); Yang
Terempas dan Terkandas karya Rusman Sutiasumarga (BP:1951); Manusia dan Tanahnya karya Aoh
KArtahadimaja (BP:1952); Terang Bulan
Terang di Kali karya S.M. Ardan (Gunung Agung: 1955) dan lain-lain.
Pada tahun 1960-an muncul para penulis
baru, cerpen-cerpen pun banyak yang terbit. Era tahun 1960-an perkembangan
cerpen ditandai oleh kumpulan cerpen Rasa
Sayange karya Nugroho Notosusanto diterbitkan Pembangunan tahun 1961;
Trisno Sumarjo kumpulan cerpennya Daun
Kering diterbitkan Balai Pustaka tahun 1962; Djamil Suherman kumpulan
cerpennya Umi Kalsum diterbitkan
Nusantara tahun 1963; dan lain-lain.
Memasuki era orde baru, bidang sastra
pun terjadi pembaharuan. Para pengarang cerpen seolah bertualang, larut dalam
pencarian wajah cerpen, walaupun pengaruh Barat nampak dalam cerpen-cerpennya.
Bukan saja dalam bidang puisi muncul karya-karya eksperimental, bidang cerpen
pun nampaknya begitu. Cerpenis muda saat itu, seperti Putu Wijaya, Danarto,
Umar Kayam, Wildan Yatim, Budi Darma, dan lain-lainnya seolah mencoba
menyodorkan alternatif gaya kepenulisan baru. Unsur ekstrinsik lebih diutamakan
dalam cerpen-cerpennya, di antaranya ilmu filsafat.
Dewasa ini cerpen dijadikan barometer
perkembangan sastra, tentunya di samping puisi, novel, dan drama. Bahkan cerpen
lebih banyak disukai para penulis, sebab di samping penyaluran batin, cerpen
menjanjikan upah yang tinggi dibanding puisi. Bukan saja majalah Horison
menyajikan cerpen-cerpen sastra, media lain pun mulai menyediakannya, bahkan
hampir di setiap daerah. Media ibu kota yang menyajikan rubrik sastra cerpen
berkadar sastra, di antaranya koran Kompas Minggu, Suara Pembaruan Minggu,
Media Indonesia Minggu, Republika Minggu, dan Koran Tempo. Untuk media daerah
pun mulai membuka rubrik sastra dan budaya, di antaranya Bali dengan koran Bali
Pos, Jawa Timur dengan koran Jawa Pos, Jawa Tengah dengan koran Suara Merdeka,
dan Jawa Barat dengan koran Pikiran Rakyat.
Media massa memang besar jasanya
terhadap perkembangan cerita pendek, sebab cerpen-cerpen para penulis tersebut
sebelum dibukukan banyak yang dipublikasikan terlebih dahulu di media massa.
Jadi, koran dan majalah besar jasanya terhadap perkembangan cerpen, terutama
pencetakan penulis baru. Para pengarang yang dilahirkan oleh Horison, Kompas
dan Suara Pembaruan dekade 1980-an, di antaranya : Leila S. Chudori dengan
kumpulan cerpennya Malam Terakhir
(Grafitti: 1989); Seno Gumira Adjidarma kumpulan cerpennya Manusia Kamar (Gramedia: 1989); dan Yanusa Nugroho dengan kumpulan
cerpennya Bulan Bugil Bulat
(Grafitti:1990).
Dalam esai Mencari Tradisi Cerpen Indonesia yang ditulis tahun 1975, Jakob
Sumardjo menyatakan, "Tradisi penulisan cerpen mencapai masa suburnya pada
dekade 50-an yang merupakan zaman emas produksi cerita pendek dalam sejarah
sastra Indonesia." Pada masa itulah muncul nama-nama seperti Riyono Pratikto,
Subagyo Sastrowardoyo, Sukanto SA, Nh Dini, Bokor Hutasuhut, Mahbud Djunaedi,
AA Navis, dan sederet nama lain yang, menurut sastrawan dan kritikus sastra
Ajip Rosidi dalam esai Pertumbuhan dan
Perkembangan Cerpen Indonesia, disebut sebagai sastrawan yang
"pertama-tama dan terutama dikenal sebagai penulis cerpen". Ada
situasi yang relatif sama di antara kedua periode itu: (1) cerpen menjadi
pilihan utama pengucapan literer, (2) tingkat produktivitas cerpen yang
melimpah, (3) pertumbuhannya yang didukung oleh media di luar buku; pada yang
pertama ialah majalah dan pada yang kedua ialah koran, (4) pencapaian estetis
cerpen yang makin menempatkan cerpen sebagai genre sastra yang kian
diperhitungkan. Namun, buku yang memuat cerpen-cerpen yang pernah terbit di
Kompas sepanjang kurun 1980-1990-an ini setidaknya bisa menjadi etalase untuk
melihat perkembangan dan pencapaian estetis cerpen-cerpen pada periode itu.
Apalagi, seperti pernah dinyatakan oleh Nirwan Dewanto, pada periode itu Kompas
memang memiliki kedudukan tersendiri: menjadi media yang cukup signifikan bila
kita hendak memperbincangkan pertumbuhan cerpen ketika media yang mengkhususkan
diri pada sastra mulai meredup pamornya. Dan, yang pada periode selanjutnya
menjadi para penulis yang banyak memberi pengaruh pertumbuhan cerpen kita,
seperti Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, dan juga Radhar Panca Dahana.
7.
Cerpen-cerpen Indonesia
Menarik sekali untuk mengamati secara
lebih jauh beberapa kecenderungan tematik cerpen-cerpen Indonesia terkini. Pada
cerpen-cerpen Djenar Maesa Ayu, misalnya, tampak menonjol tema-tema seksual
dengan semangat pemberontakan terhadap moralitas tradisional dan
batasan-batasan ketabuan. Cerpen-cerpen Djenar umumnya berada dalam mainstream
yang sama dengan novel-novel Ayu Utami. Mereka mengusung feminisme untuk
'membongkar' norma-norma sosial yang dianggap kaku, dan dengan enteng mereka
berbicara tentang 'wilayah-wilayah lokal' -- sejak payudara hingga kelamin.
Mainstream lain yang juga kuat adalah
fenomena cerpen-cerpen Islami, yang mengangkat tema-tema moralitas dan ajaran
agama (Islam), seperti tampak pada cerpen-cerpen Helvy Tiana Rosa, Abidah el
Khalieqy, Asma Nadia, Gola Gong, Pipiet Senja, Irwan Kelana, dan hampir semua
cerpen karya anggota FLP yang jumlahnya mencapai 5000 lebih. Kemunculan
mainstream fiksi Islami seperti sengaja mengimbangi kecenderungan fiksi seksual
yang dirambah oleh Ayu Utami dkk. Namun, tidak seperti fiksi-fiksi seksual yang
banyak diperbincangkan para kritisi sastra, fiksi-fiksi Islami tidak begitu
banyak diperbincangkan di ranah kritik sastra. Meskipun begitu, terutama karena
daya tarik pasarnya, kecenderungan fiksi Islami memiliki lebih banyak pengikut,
termasuk mereka yang semula bukan penulis fiksi Islami.
Di antara kedua mainstrean di atas, tidak
kurang jumlahnya cerpen-cerpen yang tetap bermain di ranah humanisme universal,
yang mengangkat masalah-masalah sosial, cinta, keluarga, dan memperjuangkan
keadilan serta harkat dan martabat kemanusiaan. Misalnya, cerpen-cerpen
Kuntowijoyo, Danarto, Putu Wijaya, Ratna Indraswari Ibrahim, Seno Gumira
Ajidarma, Yanusa Nugroho, Kurnia Effendi, Shoim Anwar, Isbedy Stiawan ZS, dan
Maroeli Simbolon -- untuk menyebut beberapa saja. Mereka tampak kukuh dengan
pilihan tematik-estetiknya sendiri, tanpa terpengaruh untuk masuk ke fenomena
cerpen seksual maupun Islami.
Kecendrungan lain yang juga menarik
untuk diamati adalah cerpen-cerpen bernuansa lokal dengan nilai-nilai budaya
etniknya, seperti karya-karya Oka Rusmini (Bali), Taufik Ikram Jamil
(Melayu-Riau), Chairil Gibran Ramadhan (Betawi), Korrie Layun Rampan (Dayak),
Kuntowijoyo (Jawa) dan Danarto (Islam kejawen) -- juga untuk menyebut beberapa
saja. Belakangan, kecenderungan cerpen bernuansa lokal bahkan telah mendorong
munculnya semacam 'kesadaran untuk kembali ke kekayaan budaya sendiri' dan
makin banyak mendapatkan pengikut, seperti terlihat dalam Kongres Cerpen Indonesia
(KCI) 2005 di Pekanbaru.
Dalam semangat 'kembali ke budaya Timur'
itu, pada dasawarsa 1970-an dan awal 1980-an, Danarto sempat memunculkan
fenomena cerpen sufistik, atau tepatnya Islam kejawen yang cenderung
panteistik. Cerpen-cerpen berkecenderungan demikian dapat ditemukan pada
karya-karya Danarto yang terkumpul dalam Godlob
(1976) dan Adam Makrifat (1982).
Karya-karya Danarto itu, bersama karya-karya dan pemikiran Abdul Hadi WM,
sempat mendorong berkembangnya mainstream sastra sufistik dalam kesastraan
Indonesia, yang berhasil menghimpun banyak 'pengikut' dari kalangan penulis
muda, terutama para penyair.
Dari aspek estetik, cerpen-cerpen
Indonesia mutakhir menunjukkan kecenderungan gaya (style) penuturan yang cukup
beragam. Antara lain, gaya realis, romantis, puitis, simbolik, surealistik, dan
masokis. Namun, tidak gampang untuk memasukkan seseorang ke dalam satu gaya
estetik tertentu secara tegas, karena para cerpenis kebanyakan menulis cerpen
dalam berbagai gaya.
Seno Gumira Ajidarma, misalnya, banyak
menulis cerpen realis, tapi juga menulis beberapa cerpen romantis dan simbolik.
Putu Wijaya juga dikenal sebagai cerpenis bergaya absurd, tapi belakangan juga
banyak menulis cerpen realis.
Begitu juga Danarto. Cerpen-cerpen pada
masa awal kepengarangannya sangat simbolik. Namun, belakangan juga banyak
menulis cerpen realis. Cerpen bergaya realis (realisme) adalah cerpen yang menyodorkan
realitas yang ada dalam masyarakat sebagai kebenaran yang faktual.
Misalnya, cerpen-cerpen Seno Gumira
Ajidarma dalam Saksi Mata (1994) dan Penembak Misterius (1993), serta
cerpen-cerpen Djenar Maesa Ayu dalam Mereka
Bilang Aku Monyet (2003) dan Jangan
Main-main dengan Kelaminmu (2004). Contoh lain adalah cerpen-cerpen Putu
Wijaya dalam kumpulan cerpen Tidak
(1999), dan Kuntowijoyo dalam Hampir
Sebuah Subversi (1999).
Cerpen bergaya romantis adalah cerpen
yang sangat mengutamakan perasaan, dengan pencitraan-pencitraan tokoh yang
serba cantik dan sempurna, serta obyek dan latar yang serba indah, dengan
impian-impian hidup yang serba ideal.
Misalnya cerpen-cerpen Irwan Kelana
dalam Kelopak Mawar Terakhir (2004), cerpen-cerpen
Asma Nadia dan cerpen-cerpen remaja (teenlit) pada umumnya.
Cerpen bergaya puitis adalah cerpen yang
mengutamakan narasi-narasi yang puitis dalam melukiskan latar (setting) dan
pengadegannya. Dari awal sampai akhir kadang-kadang mirip puisi panjang atau
prosa liris.
Gaya cerpen puitis sempat menjadi
kecenderungan sesaat dalam sastra Indonesia pada awal 2000-an, misalnya
cerpen-cerpen Maroeli Simbolon, Azhari, dan Kurnia Effendi dalam kumpulan
cerpen Menari di Bawah Bulan (2004).
Cerpen-cerpen para pemenang dan nomine Sayembara Penulisan Cerpen CWI 2003 dan
2004 sebagian besar juga bergaya puitis.
Cerpen bergaya simbolik adalah cerpen
yang mengungkapkan gagasan, kebenaran atau menafsirkan realitas dengan
simbol-simbol. Sebagai contoh adalah cerpen-cerpen saya dalam Sebelum Tertawa Dilarang (1997) dan Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (2004).
Cerpen-cerpen sufistik Danarto dalam Godlob
(1976) dan Adam Makrifat (1982)
umumnya juga dikemas dalam gaya simbolik. Dalan novel, yang masuk gaya ini adalah Cala Ibi (2003) karya Nukila
Amal.
Cerpen bergaya surealistik adalah cerpen
yang mencampuradukkan antara realitas dan irrasionalitas, antara kenyataan dan
impian. Misalnya, cerpen-cerpen teror psikologisnya Putu Wijaya yang mengungkap
alam bawah sadar manusia (stream of conciousness). Dalam tingkatan yang
ekstrem, realitas yang diungkap menjadi jungkir balik sehingga terkesan absurd.
Cerpen-cerpen Putu yang bergaya demikian terkumpul dalam Bom (1978).
Gaya lain yang belakangan sempat muncul
adalah cerpen masokis, yakni cerpen yang memanfaatkan narasi-narasi kekerasan
seksual, baik sebagai simbol absurditas kehidupan maupun sebagai potret
realitas sosial yang bobrok akibat hancurnya tatanan moral. Misalnya,
cerpen-cerpen Hudan Hidayat dalam Keluarga
Gila (2003). Dalam novel, gaya masokis ada pada Ode untuk Leopol von Sacher-Masoch (2002) karya Dinar Rahayu.
Membaca fiksi (cerita rekaan) tentang
kehidupan, siapapun penulisnya, selalu menarik. Sebab, manusia pada dasarnya
suka 'bercermin' untuk lebih mengenali dirinya sendiri dan lingkungannya. Dan,
fiksi -- cerita pendek (cerpen) maupun novel -- seperti pernah dikatakan Umar
Kayam, pada dasarnya adalah refleksi (cermin) kehidupan pengarang dan
lingkungannya.
8.
Komunitas Cerpen di Indonesia
Tonggak sejarah baru dalam dunia penulisan cerita pendek
(cerpen) baru saja ditancapkan di Bumi Lambung Mangkurat. Sebuah wadah bernama
Komunitas Cerpen Indonesia telah dibentuk dan dideklarasikan dalam acara
Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V di Taman Budaya, Banjarmasin.
Ahmadun Yosi Herfanda (sastrawan,
redaktur budaya Republika), terpilih sebagai Ketua Komunitas Cerpen Indonesia. Sebagai Sekretaris,
Jenderal Triyanto Triwikromo (redaktur Suara Merdeka, Semarang), Ketua I
Zulfaisal Putera (Banjarmasin), Ketua II Agus Noor (Jawa Tengah), Ketua III
Maman S. Mahayana (Jakarta), Sekretaris I Mezra (Kupang), Sekretaris II Saut
Situmorang (Yogya), Bendahara I Raudal Tanjung Banua (Yogya), dan Sekretaris II
Wahida Idris (Yogya).
Keperluan membentuk perhimpunan ini,
selain merupakan amanat rekomendasi KCI IV di Pekanbaru Riau tahun 2005, juga
mengandaikan bahwa KCI bisa memperkuat posisi cerpen dalam perbincangan kritik
sastra Indonesia yang selama ini dianggap lebih didominasi oleh puisi. Serta agar dapat
meningkatkan kualitas dan perkembangan cerpen di Indonesia.
9.
Penutup
Berdasarkan analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa cerpen adalah karya sastra fiksi yang merupakan cerminan jiwa
pengarangnya; cerminan intelegensi, sikap, tanggung jawab pribadi, dan tanggung
jawab kepada masyarakat, yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak
kurang dari 1.000 kata. Cerpen memiliki ciri-ciri, antara lain: Bersifat rekaan (fiction) ; Bersifat naratif ; dan Memiliki kesan tunggal. Macam-macamnya yaitu: cerpen yang pendek (short short story), cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story), cerpen yang panjang, cerpen
yang panjang (long short story).
Cerita pendek sebenarnya berasal dari Mesir purba, sekitar
3200 SM. Cerita pendek berkembang di Eropa dimulai sekitar tahun 1812.
Sementara perkembangan cerita pendek Amerika sekitar tahun 1912. Barulah
sekitar tahun 1936 cerpen-cerpen mulai mewarnai kesusastraan Indonesia.
Perkembangan sastra
Indonesia pertama kali ditandai oleh sastra Nusantara (daerah), misalnya dengan
munculnya mantera, pantun, dongeng, legenda, dan sebagainya. Kebangkitan cerpen
di Indonesia ditandai oleh Balai Pustaka yang menerbitkan Teman Duduk karya M. Kasim. Sejak tahun 1946 cerpen mulai hidup di
Indonesia. Bersama waktu dan perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia nilai
cerpen pun mulai berubah. Cerita pendek terus berkembang, penyebarannya dibantu
oleh majalah, di antaranya Majalah Panji Pustaka, Panca Raya, dan Pujangga Baru.
Cerpen Indonesia mengalami masa subur sekitar tahun 1950-an setelah era perang
kemerdekaan. Pada tahun 1960-an muncul para penulis baru, cerpen-cerpen pun
banyak yang terbit. Memasuki era orde baru, bidang sastra pun terjadi
pembaharuan. Para pengarang cerpen seolah bertualang, larut dalam pencarian
wajah cerpen, walaupun pengaruh Barat nampak dalam cerpen-cerpennya.
Di Indonesia bermunculan
banyak sekali para cerpenis yang mengusung tema berbeda dalam cerpennya. Missal
Djenar Maesa Ayu dan Ayu Utami yang mengangkat tema feminism; cerpen-cerpen
Islami oleh Helvy Tiana Rosa, Abidah el Khalieqy, Asma Nadia, Gola Gong, Pipiet
Senja; serta cerpen bernuansa local karya Oka Rusmini (Bali), Taufik Ikram
Jamil (Melayu-Riau), Chairil Gibran Ramadhan (Betawi), Korrie Layun Rampan
(Dayak), Kuntowijoyo (Jawa) dan Danarto (Islam kejawen).
Telah dibentuk sebuah
komunitas cerpen di Indonesia yang bernama Komunitas Cerpen Indonesia dalam
acara Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V di Taman Budaya, Banjarmasin. Komunitas
tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi cerpen dalam perbincangan kritik
sastra Indonesia yang selama ini dianggap lebih didominasi oleh puisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidi, Ajib.1998.Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia.
Bandung: Bina Cipta.
Utomo,S. Prasetyo. 2009. Penulisan Kreatif Populer.
Semarang: IKIP PGRI SEMARANG PRESS.
http://Pengertian Cerpen dan ciri-cirinya/2010/02/apresiasi-sastra.html
http://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-4-tipe-hubungan-cinta-anda.html
BalasHapushttp://infotaipanbiru.blogspot.com/2018/08/taipanqq-apa-mungkin-memaafkan-mantan.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong