A.
Pergeseran
Bahasa
Saat
dilahirkan ke dunia ini, manusia mulai belajar bahasa. Sedikit demi sedikit,
bahasa yang dipelajari olehnya sejak kecil semakin dikuasainya sehingga jadilah
bahasa yang ia pelajari sejak kecil itu sebagai bahasa pertamanya. Dengan
bahasa yang dikuasai olehnya itulah, ia berinteraksi dengan masyarakat di
sekitarnya.
Beranjak
remaja, ia sudah menguasai lebih dua atau lebih bahasa. Semua itu ia peroleh
ketika berinteraksi dengan masyarakat atau ketika di bangku sekolah. Hal ini
menyebabkan ia menjadi dwibahasawan atau multibahasawan. Ketika menjadi dwibahasawan
atau multibahasawan, ia dihadapkan pada pertanyaan, yaitu manakah di antara
bahasa yang ia kuasai merupakan bahasa yang paling penting? Di saat-saat
seperti inilah terjadinya proses pergeseran bahasa, yaitu menempatkan sebuah
bahasa menjadi lebih penting di antara bahasa-bahasa yang ia kuasai.
Chaer
dan Agustina (2004:142) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang
penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan
dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Dengan kata lain,
pergeseran bahasa akan terjadi kalau seorang atau sekelompok orang penutur
pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan
mereka. Pendatang atau kelompok pendatang ini mau tidak mau, harus menyesuaikan
diri dengan “menanggalkan” bahasanya sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk
setempat.
Bila
satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok
setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa (language shift). Kelompok
pendatang ini akan melupakan sebagian bahasanya dan “terpaksa” memperoleh
bahasa setempat. Alasannya karena kelompok pendatang ini mesti menyesuaikan
diri dengan situasi baru tempat mereka berada. Akhirnya, kelompok pendatang ini
akan mempergunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional dan bahasa daerah setempat
(Alwasilah, 1993:116). Jika berkumpul dengan kelompok asal, mereka dapat
menggunakan bahasa pertama mereka tetapi untuk berkomunikasi dengan selain
kelompoknya tentu mereka tidak dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasanya
sendiri. Sedikit demi sedikit mereka harus belajar menggunakan bahasa penduduk
setempat.
Sedangkan
Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa berarti,
suatu komunitas meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain.
Bila pergeseran sudah terjadi, para warga komunitas itu secara kolektif memilih
bahasa baru.
Selanjutnya
Sumarsono dan Partana (2002:236—237) mengungkapkan beberapa faktor yang
menyebabkan pergeseran bahasa yaitu: migrasi atau perpindahan penduduk,
faktor ekonomi, dan faktor pendidikan.
Migrasi dapat berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi
ke daerah atau negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak
berfungsi di daerah yang baru. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi
membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk
setempat terpecah dan bahasanya tergeser.
Pergeseran
bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan
untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang
imigran/transmigran untuk mendatanginya (Chaer 1995: 190). Fishman (1972)
menunjukkan contoh terjadinya pergeseran bahasa pada para imigran di Amerika.
Keturunan ketiga atau keempat dari para imigran itu sudah tidak mengenal lagi
bahasa ibunya dan malah menjadi telah menjadi monolingual bahasa Inggris.
Faktor
ekonomi juga merupakan penyebab pergeseran bahasa. Salah satu faktor ekonomi
itu adalah industrialisasi. Selain itu, faktor pendidikan juga menyebabkan
pergeseran bahasa ibu murid, karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing
kepada anak-anak. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi dwibahasawan. Padahal,
kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa.
Pada
situasi kedwibahasaan sering terlihat orang melakukan penggantian satu bahasa
dengan bahasa lainnya dalam berkomunikasi. Penggantian bahasa ini biasanya terjadi
karena tuntutan berbagai situasi yang dihadapi oleh masyarakat tutur. Selain
itu, peralihan atau penggantian bahasa itu dapat terjadi karena penggantian
topik pembicaraan.
Di
samping itu juga faktor mitra tutur, situasi, topik, dan fungsi interaksi dapat
juga menyebabkan pergeseran bahasa. Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat
bahwa terjadinya pergeseran bahasa lebih terkait dengan faktor lingkungan
bahasa.
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa pergeseran bahasa itu terjadi manakala
masyarakat pemakai memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya.
Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa
tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa domain dan berprestise, lalu
digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama.
Dari
contoh di atas dapat disimpulkan bahawa pergeseran bahasa terjadi pada
masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Kedwibahasaan menurut Umar (1994:9)
dimulai ketika penduduk yang berpindah itu berkontak dengan penduduk pribumi
lalu pihak yang satu mempelajari pihak lainnya untuk kebutuhan komunikasi.
B.
Pemertahanan
Bahasa
Di
atas telah dijelaakan bahwa pergeseran bahasa terjadi perpindahan penduduk,
ekonomi, sekolah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, terdapat pula masyarakat
yang tetap mempertahankan bahasa pertamanya dalam berinteraksi dengan sesama
mereka meskipun mereka adalah masyarakat minoritas.
Sebagai
salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala pemertahanan bahasa sangat
menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan
prestise suatu bahasa di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana dicontohkan
oleh Danie (dalam Chaer 1995:193) bahwa menurunnya pemakaian beberapa bahasa
daerah di Minahasa Timur adalah karena pengaruh bahasa Melayu Manado yang
mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa Indonesia yang jangakauan
pemakaiannya bersifat nasional. Namun ada kalangnya bahasa pertama (B1) yang
jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan
bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.
Konsep
lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman (dalam Sumarsono 1993: 1).
Pemerthanan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di
satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain dalam
masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup menarik dalam kajian
pergeseran dan pemerthanan bahasa adalah ketidakberdayaan minoritas imigran
mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas yang
lebih dominan.
Ketidakberdayaan
sebuah bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama.
Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan bahasa kedua (B2), sehingga
mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan, kemudian terjadilah persaingan
dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli (B1) bergeser atau punah. Sebagai
contoh kajian semacam itu dilakukan oleh Gal (1979) di Australia dan Dorial
(1981) di Inggris. Keduanya tidak berbicara tentang bahasa imigran melainkan
tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung bergeser dan digantikan oleh bahasa
baru (B2) dalam wilayah mereka sendiri.
Menurut
Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan penggunaan bahasa
Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada
beberapa faktor yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama,
wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis
agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali. Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas
Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan
golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang digunakan
juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan, mempunyai sikap keislaman
yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan
seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara
masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya
pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi intrakelompok dalam masyarakat Loloan.
Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap
bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi
lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama Islam; sedangkan bahasa
Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat Bali yang beragama
Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan
intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima, adanya kesinambungan
pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.
C.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa
Pergeseran
dan pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Masalah pergeseran
dan pemertahanan bahasa di Indonesia dipengaruhi oleh faktor yang
dilatarbelakangi oleh situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan.
Industrialisasu dan urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau
punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah
bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya.
Faktor lain misalnya adalah jumlah penutur, konsentrasi pemukiman, dan
kepentingan politik (Sumarsono 1993: 3).
Pada
umumnya sekolah atau pendidikan sering juga menjadi penyebab bergesernya
bahasa, karena sekolah selalu memperkenalkan bahasa kedua (B2) kepada anak
didiknya yang semula monolingual, menjadi dwibahasawan dan akhirnnya
meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka. Faktor lain yang banyak
oleh para ahli sosiolinguistik adalah faktor yang berhubungan dengan faktor
usia, jenis kelamin, dan kekerapan kontak dengan bahasa lain. Rokhman (2000)
dalam kajiannya mengidentifikasikan tiga faktor yang mempengaruhi pergeseran
dan pemertahanan bahasa pada masyarakat tutur Jawa dialek Banyumas, yakni
faktor sosial, kultural, dan situasional.
Kajian
tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan bukti bahwa tidak ada
satupun faktor yang mampu berdiri sendiri sebagai satu-satunya faktor pendukung
pergeseran dan pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua faktor yang
telah disebutkan di atas mesti terlibat dalam setiap kasus.
sist,,,kalo alasan orang mempertahankan bahasa minoritasnya,setelah pindah ke negara lain apa?
BalasHapusKarna Orang tersebut tidak menganggap bahasa barunya merupakan bahasa yg memiliki keunggulan lebih dari bahasa minoritasnya. Dengan kata lain, bahasa manapun dianggap sama pentingnya.
BalasHapusIni sumbernya dari buku apa saja?
BalasHapusbisa berikan sumber rujukannya buku apa sj atau jurnal apa sja?
BalasHapus