Bentuk karya sastra
secara umum dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: puisi, prosa, dan drama.
Bentuk pertama yaitu
puisi. Secara etimologis istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, poiëo atau poio atau poetës yang
berarti a) membangun, b) menyebabkan, menimbulkan, c) membentuk, membuat, menciptakan.
Sedangkan kata Poetes dalam tradisi
Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa (penyair).
Dia merupakan orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus
merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
Sehingga dapat
disimpulkan pengertian puisi dilihat dari katanya berarti ucapan yang dibuat
atau dibangun, atau dapat dikatakan ucapan
yang tak langsung.
Hal ini berbeda dengan
pengertian bentuk karya sastra bentuk kedua yaitu prosa. Prosa berasal dari
bahasa Yunani yaitu kata oratio provorsa yang
berarti ucapan langsung. Prosa adalah
karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah
atau hal atau peristiwa dan lain-lain.
Perhatikan contoh
berikut:
- Karangan Bunga
Tiga
anak kecil
Dalam
langkah malu-malu
Datang
ke Salemba
Sore
itu.
Ini
dari kami bertiga
Pita
hitam pada karangan bunga
Sebab
kami ikut berduka
Bagi
kakak yang ditembak mati siang tadi.
(Chairil
Anwar)
II.
Kemudian mama datang dengan
tergopoh-gopoh menuju kamar Meggie, tempat kami berada waktu itu. Mama terlihat
letih sekali namun juga menegang, wajahnya berkeriput membentuk garis-garis
lucu yang entah kenapa Meggie dan aku tidak miliki. Melihat mama seperti itu,
kegelianku semakin menjadi-jadi. Aku tertawa sekeras-kerasnya hingga tak
memperdulikan wajah heran dan terkejut dari keduanya.
“Ada apa Meg?” suara mama terdengar khawatir dan
bingung.
“Lihat Ma, Joe memang benar-benar sudah tidak waras.
Kau tahu apa yang tadi hampir dia lakukan?” Meggie terlihat menunjukkan kotak
itu kepada mama. Di tengah tawaku yang tak juga reda aku dapat melihat rona
kebingungan mama bertambah. Aku tahu apa yang ada di pikiran mama waktu itu
karena akupun juga merasakan hal sama. Tak ada yang salah dengan kotak di
tangan Meggie. Selain bentuknya yang (masih) kotak, tak ada tanda-tanda yang
mengharuskannya mengadu seperti itu ke mama.
N. Hidayati
(Meggie & Joe Wezert “Para Malaikat tak
Berdosa”)
Dari kedua contoh di
atas dapat terliaht jelas dimana letak perbedaan antara puisi dengan prosa.
Contoh I puisi berjudul “Karangan Bunga” karya Chiril Anwar berkisah tentang
tiga gadis kecil yang dating menyampaikan rasa belasungkawa atas
pahlawan-pahlawan yang telah gugur di medan perang dengan membawakan rangkaian
bunga berpita hitam. Suasana duka dan haru akan terasa bilamana seorang pembaca
sudah mengetahui makna puisi tersebut dan hal tersebut memerlukan penghayatan
ketika membaca karena puisi tersebut tidak secara gamblang menggambarkan
suasana dan menceritakannya secara langsung. Hal itulah yang membedakan sebuah
puisi dengan prosa karena dalam puisi, seorang penyair tidak secara
mengungkapkan maksudnya secara langsung sehingga pembaca tidak langsung tahu
apa maksud yang ingin disampaikan penyair.
Sedangkan dalam prosa
(lihat contoh II) cuplikan novel “Meggie & Joe Wezert ‘Para Malaikat Tak
Berdosa’” karya N. Hidayati, pembaca akan langsung dapat mengetahui jalan
cerita dan maksud pengarangnya. Diceritakan oleh pengarang bahwa ketika itu
sepasang kakak beradik (Meggie dan Joe) tengah berada di sebuah kamar, lalu
datanglah mama mereka dengan tergopoh-gopoh karena mendengar panggilan Meggie.
Hal itu membuat Joe geli dan tertawa semakin keras. Dan pembaca akan segera
tahu bahwa ketika melihat kejadian itu, Meggie semakin berang dan mengadukan
Joe kepada mamanya. Namun hal tersebut malah membuat mama mereka semakin
bingung karena kotak yang diperlihatkan Meggie tak ada yang aneh. Hal tersebut
dapat langsung diketahui karena pengarangny6a secara langsung menceritakan
maksudnya dengan menguraikan dan mendeskripsikan jalannya peristiwa dengan
jelas.
Dapat dilihat juga
perbedaan antara kedua contoh di atas terletak pada penggunaan kata-kata oleh
pengarang dalam menjelmakan perasaan dan pikirannya.
Contoh I, pengarang
menggunakan kata-kata pilihan yang singkat namun padat sedangkan pada contoh II
pangarang menggunakan kata-kata umum yang dipakai sehari-hari. Penggunaan kata
dalam puisi haruslah puitis dan indah, seperti halnya yang diungkapkan oleh Samuel
Taylor Coleridge bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan
terindah. Sementara kata-kata dalam prosa adalah kata-kata yang sudah umum
dipakai dalam percakapan sehari-hari agar pembaca dapat mengikuti jalan cerita
dengan mudah dan dapat terlibat dalam ceritanya.
Oleh sebab itulah puisi
seringkali dipertentangkan dengan prosa. Namun demikian, ada pula bentuk prosa
yang terpengaruh oleh puisi, yang disebut dengan prosa liris atau prosa puitis.
Prosa liris adalah karya sastra berbentuk prosa namun menggunakan bahasa yang
puitis. Lihat contoh berikut ini. Salah satu kutipan prosa R.A Kartini dalam
bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang”:
“malam waktu itu; jendela dan pintu-pintu
terbuka. Bunga cempaka berkembang di lebuh kamar kami, dan bersama dengan
puputan angin segar, berdesah dengan dedaunnya serta mengirimkan kepada kami
ucapan selamanya dalam bentuk bau harumnya. Aku duduk di lantai, sebagaimana
sekarang ini, pada sebuah meja rendah, di kiriku Dik Rukmini yang sedang
menulis”. (Fragmen surat Kartini bertanggal 15 Agustus 1902)
Contoh prosa liris R.A
Kartini lainnya:
“Betapa ini jiwa, Dalam
sorai melanglang, Jantung pun gelegak berdenyar, Bila itu mata sepasang, Rumah
pandang menatap, Jabat tangan hangat diulurkan. Tahu kau, samudra biru,
Menderai dari pantai ke pantai? Di mana, bisikan padaku, Di mana, mukjizat
bersemai?”
Prosa R.A Kartini
ditulis dalam bentuk surat dengan menampilkan cerita dan kisah-kisah yang kaya
dengan ilustrasi dan imajinasi. Bentuk surat memang memiliki kelebihan sendiri
dalam mengungkapkan cerita. Bahasa Kartini sangat dekat dengan liris, bahkan
sangat posesif.
Dalam segi bentuk,
puisi juga berbeda dengan karya satra yang lain (prosa dan drama). Dari
contoh-contoh di atas sudah diketahui perbedaan bentuk antara puisi dan prosa.
Puisi berbentuk bait-bait sedangkan prosa berbentuk paragraph. Bagaimana jika
puisi diubah menjadi prosa? Hal tersebut biasa disebut memparafrasekan puisi.
Lihat contoh puisi di bawah!
ANGIN
Ketika aku kecil
Aku hanya tahu
Angin yang suka
menerbangkan kertas-kertasku
Mama bilang, itu angin
nakal
Dan aku tidak boleh
begitu.
…..
(Lucia
Maria Djundjung)
Kutipan bait pertama
puisi di atas jika diubah menjadi bentuk prosa adalah sebagai berikut.
Ketika aku kecil, aku
hanya tahu tentang angin yang suka menerbangkan kertas-kertasku. Lalu kemudian
mama bilang kepadaku, “Itu angin nakal. Kamu tidak boleh begitu!”
Sedangkan perbedaan
bentuk puisi dengan drama yaitu drama berbentuk dialog-dialog yang menggunakan
kalimat langsung. Mari pelajari apakah drama itu lebih dahulu!
Drama adalah laku yang
meniru laku dalam kehidupan nyata untuk memberikan pengukuhan dan alternatif
bagi kehidupan itu sendiri. Karena yang ditekankan adalah laku, maka
kata-kata/dialog dalam drama harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari keseluruhan situasi interaksi atau komunikasi manusia yang melibatkan
tidak hanya kata-kata/dialog itu sendiri, tetapi juga situasi yang melingkungi
dialog, seperti siapa yang berdialog, kapan dan di mana dialog itu berlangsung,
dan mengapa dialog itu diutarakan.
Sebagai naskah yang
utuh, drama dibangun oleh beberapa unsur yang saling berkaitan, yaitu dialog,
petunjuk pemanggungan, plot, dan karakter. Dialog merupakan ucapan tokoh
tertentu yang kemudian disusul oleh ucapan tokoh yang lain. Melalui pergiliran
ucapan tokoh-tokoh itulah segala informasi diutarakan perlahan-lahan dari awal
sampai akhir drama. Karena itulah kedudukan dialog sangat penting dan utama di
dalam drama. Selain itu, informasi juga diberikan melalui petunjuk
pemanggungan. Petunjuk pemanggungan adalah teks sampingan yang berfungsi untuk
memberikan petunjuk tentang berbagai aspek pemang-gungan, yakni aspek karakter,
penuturan, dan desain. Teks ini mungkin terdapat di dalam dialog (intradialog)
dan mungkin pula terdapat di luar dialog (ekstradialog).
Berikut ini contoh
penulisan naskah drama yang diambil dari novel Siti Nurbaya, Bab I “Pulang dari
Sekolah”
Adegan
1
Samsul
Bahri : (gelisah dan kepanasan) “Mengapa Pak Ali terlambat datang hari ini?”
Nurbaya
: “Ya, biasanya, sebelum pukul satu ia sudah di sini. Sekarang, jam di kantor
telepon itu sudah hampir setengah dua.”
Samsul
Bahri : “Jangan-jangan tertidur karena tadi malam ia minta izin pergi menonton
komidi kuda kepada ayahku. Kalau benar, aku akan mengadukannya pada ayah.”
Nurbaya
: “Ah, jangan Sam! Kasihan orang tua itu. Sudah bertahun-tahun, ia bekerja pada
ayahmu. Ia belum pernah melakukan kesalahan sekali pun. Menurutku, mungkin ada
alasan yang membuat ia terlambat. Kita berjalan kali saja perlahan-lahan. Siapa
tahu, kita berpapasan di jalan (membuka paying dan berjalan ke luar halaman
sekolah).”
Samsul
Bahri : “Tapi, aku amat lelah Nur dan hari amat panas. Lihat mukamu, telah
memerah jambu karena pana matahari (sambil mengikut berjalan).”
Nurbaya
: “Kan ada paying! Kita dapat memakainya bersama. Merah mukaku bukan hanya
karena panas matahari, sejak dari sekolah memang sudah merah.”
Samsul
Bahri : “Mengapa? Dimarahi guru?”
Nurbaya
: “Bukan Sam, tapi …”
Pak
Ali : (Tiba-tiba, Pak Ali masuk dengan tergopoh-gopoh. Ia menghampiri mereka
berdua. Ia pun berkata dengan napas terengah-engah) “Engku muda, jangan marah,
Engku Penghulu, ayah tuanku, menyuruh hamba menjemput Datuk Maringgih. Hamba
terlambat dating karena mencari-cari Engku Datuk ke rumahnya di Ranah.”
Samsul
Bahri : “Hm, ayolah Nur! Kita naik bendi sekarang, supaya lekas sampai rumah.
Perutku telah berteriak minta makan.”
Adegan 2
Suasana di rumah Sultan
Mahmud, ayah Samsul Bahri, beliau sedang berbicara dengan Datuk Maringgih.
Sultan
Mahmud : “Ah, telah pukul satu rupanya.” (saat ia melihat Samsul Bahri pulang
dari sekolah.)
Datuk
Maringgih : “Sudah setengah dua.” (setelah melihat arloji rantainya yang besar.).
Sultan
Mahmud : “Jadi, Engku Datuk memberi pinjaman kepada hamba uang 3.000 rupiah
itu?”
Datuk
Maringgih : “Tentu.”
Sultan
Mahmud : “Tapi, apa jaminan untuk utang hamba, Engku Datuk?”
Datuk
Maringgih : “Tak perlulah. Hamba percaya kepada Tuanku Penghulu.Jika orang lain, tentu
hamba minta jaminan.”
Sultan
Mahmud : “Terima kasih atas kepercayaan Engku Datuk. Akan tetapi, utang haru
ada tandanya. Bagaimana bila esok hamba meninggal sebelum utang terbayar? Hamba
akan kirimkan surat perjanjian bahwa rumah dan tanah ini telah hamba gadaikan
kepada Engku dengan harga 3.000 rupiah.”
Datuk
Maringgih : “Terserah Tuanku saja. Hamba minta diri dahulu. (Datuk Maringgih
dan Sultan Mahmud terlihat berjabat tangan. Datuk Maringgih kemudian keluar
rumah. Sultan Mahmud terlihat menarik napas lega, lalu masuk ke dalam rumah).”
Setelah mengetahui
perbedaan antara puisi, prosa dan drama maka kita juga harus mengetahui apakah
hakikat puisi itu. Hakikat puisi dibagi menjadi tiga aspek:
1. Keindahan
Puisi harus memiliki
unsur keindahan. Keindahan muncul karena unsur bunyi, pilihan kata, irama, rima,
gaya bahasa dan berguna karena makna atau pesan. Dalam seni, sesuatu disebut
kaidah jika memenuhi hokum dulce at utile
(indah dan berguna).
2. Kepadatan
Kata-kata dalam puisi
adalah kata-kata yang bermakna. Maka kata yang tidak fungsional akan dibuang.
3. Ekspresi
tidak langsung
Puisi senantiasa
mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan atau pikiran penyair. Penyampaiannya
dilakukan secara tidak langsung. Karena itu makna puisi umumnya tersimpan di balik
makna yang sesungguhnya (menggunakan makna konotatif).
B.
Macam-macam
Definisi Puisi
Banyak para ahli yang
mencoba mendefinisikan puisi. Mereka mencoba memberikan batasan mengenai puisi.
Di bawah ini beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang puisi.
°
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan
puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair
memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya
seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
°
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan
pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan
bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu
rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik,
yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
°
William Wordsworth mempunyai gagasan
bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang
direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih
merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
°
Theodore Watts-Dunton berpendapat bahwa
sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik
dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan
citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan
kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama
seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
°
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah
rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja
peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat
seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan
karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang
paling indah untuk direkam.
°
Edgar Allan Poe berpendapat bahwa puisi
adalah adalah ciptaan tentang sesuatu keindahan dalam bentuk berirama. Citarasa
adalah unsur yang diutamakan. Hubungan dengan budaya intelek atau dengan suara
hati hanya merupakan hubungan yang selari. Jika bukan secara kebetulan, ia
tidak ada kena mengena langsung sama ada dengan tugasnya atau dengan kebenaran.
°
Matthew Arnord berpendapat bahwa puisi
adalah kritikan tentang kehidupan menurut keadaan yang ditentukan oleh kritikan
untuk kritikan itu sendiri melalui beberapa peraturan tentang keindahan dan
kebenaran yang puitis.
°
Andrew Bradley berpendapat bahwa puisi yang
sebenarnya adalah terdiri daripada rangkaian pengalaman tentang bunyi, imej,
pemikiran dan emosi yang kita alami sewaktu kita membacanya dengan cara
sepuitis mungkin.
°
Edwin Arlington Robinson mengemukakan
pendapatnya bahwa puisi adalah bahasa yang menyampaikan sesuatu yang sukar
hendak dinyatakan, tak peduli puisi itu benar atau sebaliknya.
°
Auden berpendapat bahwa puisi lebih
merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
°
H.B. Jassin berpendapat bahwa puisi merupakan
pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan
tanggapan-tanggapan.
°
Baha Zain berpendapat bahwa puisi tidak
berbicara segalanya dan tidak kepada semua. Ia adalah pengucapan suatu fragmen
pengalaman dari suatu keseluruhan seorang seniman.
°
Shahnon
Ahmad berpendapat bahwa puisi adalah rekod dan interpritasi pengalaman manusia
yang penting dan digubah dalam bentuk yang paling berkesan.
°
Usman Awang berpendapat bahwa puisi
bukanlah nyanyian orang putus asa yang mencari ketenangan dan kepuasan dalam
puisi yang ditulisnya. Taoi puisi ialah satu pernyataan sikap terhadap sesuatu
atau salah satu atau keseluruhan kehidupan manusia.
°
A. Samad Said mengemukakan bahwa puisi
pada hakikatnya adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang
penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya.
Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa hatinya, yang menimbulkan
semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan ini berpadu dengan
sikap hidupnya mengalir melalui bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu
pengucapan seorang penyair.
Demikian
berbagai pendapat tentang definisi puisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli.
Meskipun berbeda antara satu sama lain, namun dari semuanya oleh Shahnon Ahmad
ditarik satu kesamaan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar
tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas,
pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan,
kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. (Pradopo, 1993:7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar