Sabtu, 07 April 2012

Hakekat Puisi

A.    Perbedaan Puisi atas Karya Sastra yang Lain
Bentuk karya sastra secara umum dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: puisi, prosa, dan drama.
Bentuk pertama yaitu puisi. Secara etimologis istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, poiëo atau poio atau poetës yang berarti a) membangun, b) menyebabkan, menimbulkan, c) membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata Poetes dalam tradisi Yunani Kuno berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa (penyair). Dia merupakan orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian puisi dilihat dari katanya berarti ucapan yang dibuat atau dibangun, atau dapat dikatakan ucapan yang tak langsung.
Hal ini berbeda dengan pengertian bentuk karya sastra bentuk kedua yaitu prosa. Prosa berasal dari bahasa Yunani yaitu kata oratio provorsa yang berarti ucapan langsung. Prosa adalah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain.
Perhatikan contoh berikut:

  1. Karangan Bunga

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi.
(Chairil Anwar)

    II.            Kemudian mama datang dengan tergopoh-gopoh menuju kamar Meggie, tempat kami berada waktu itu. Mama terlihat letih sekali namun juga menegang, wajahnya berkeriput membentuk garis-garis lucu yang entah kenapa Meggie dan aku tidak miliki. Melihat mama seperti itu, kegelianku semakin menjadi-jadi. Aku tertawa sekeras-kerasnya hingga tak memperdulikan wajah heran dan terkejut dari keduanya.
“Ada apa Meg?” suara mama terdengar khawatir dan bingung.
“Lihat Ma, Joe memang benar-benar sudah tidak waras. Kau tahu apa yang tadi hampir dia lakukan?” Meggie terlihat menunjukkan kotak itu kepada mama. Di tengah tawaku yang tak juga reda aku dapat melihat rona kebingungan mama bertambah. Aku tahu apa yang ada di pikiran mama waktu itu karena akupun juga merasakan hal sama. Tak ada yang salah dengan kotak di tangan Meggie. Selain bentuknya yang (masih) kotak, tak ada tanda-tanda yang mengharuskannya mengadu seperti itu ke mama.

N. Hidayati
(Meggie & Joe Wezert “Para Malaikat tak Berdosa”)

Dari kedua contoh di atas dapat terliaht jelas dimana letak perbedaan antara puisi dengan prosa. Contoh I puisi berjudul “Karangan Bunga” karya Chiril Anwar berkisah tentang tiga gadis kecil yang dating menyampaikan rasa belasungkawa atas pahlawan-pahlawan yang telah gugur di medan perang dengan membawakan rangkaian bunga berpita hitam. Suasana duka dan haru akan terasa bilamana seorang pembaca sudah mengetahui makna puisi tersebut dan hal tersebut memerlukan penghayatan ketika membaca karena puisi tersebut tidak secara gamblang menggambarkan suasana dan menceritakannya secara langsung. Hal itulah yang membedakan sebuah puisi dengan prosa karena dalam puisi, seorang penyair tidak secara mengungkapkan maksudnya secara langsung sehingga pembaca tidak langsung tahu apa maksud yang ingin disampaikan penyair.
Sedangkan dalam prosa (lihat contoh II) cuplikan novel “Meggie & Joe Wezert ‘Para Malaikat Tak Berdosa’” karya N. Hidayati, pembaca akan langsung dapat mengetahui jalan cerita dan maksud pengarangnya. Diceritakan oleh pengarang bahwa ketika itu sepasang kakak beradik (Meggie dan Joe) tengah berada di sebuah kamar, lalu datanglah mama mereka dengan tergopoh-gopoh karena mendengar panggilan Meggie. Hal itu membuat Joe geli dan tertawa semakin keras. Dan pembaca akan segera tahu bahwa ketika melihat kejadian itu, Meggie semakin berang dan mengadukan Joe kepada mamanya. Namun hal tersebut malah membuat mama mereka semakin bingung karena kotak yang diperlihatkan Meggie tak ada yang aneh. Hal tersebut dapat langsung diketahui karena pengarangny6a secara langsung menceritakan maksudnya dengan menguraikan dan mendeskripsikan jalannya peristiwa dengan jelas.
Dapat dilihat juga perbedaan antara kedua contoh di atas terletak pada penggunaan kata-kata oleh pengarang dalam menjelmakan perasaan dan pikirannya.
Contoh I, pengarang menggunakan kata-kata pilihan yang singkat namun padat sedangkan pada contoh II pangarang menggunakan kata-kata umum yang dipakai sehari-hari. Penggunaan kata dalam puisi haruslah puitis dan indah, seperti halnya yang diungkapkan oleh Samuel Taylor Coleridge bahwa puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Sementara kata-kata dalam prosa adalah kata-kata yang sudah umum dipakai dalam percakapan sehari-hari agar pembaca dapat mengikuti jalan cerita dengan mudah dan dapat terlibat dalam ceritanya.
Oleh sebab itulah puisi seringkali dipertentangkan dengan prosa. Namun demikian, ada pula bentuk prosa yang terpengaruh oleh puisi, yang disebut dengan prosa liris atau prosa puitis. Prosa liris adalah karya sastra berbentuk prosa namun menggunakan bahasa yang puitis. Lihat contoh berikut ini. Salah satu kutipan prosa R.A Kartini dalam bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang”:
 “malam waktu itu; jendela dan pintu-pintu terbuka. Bunga cempaka berkembang di lebuh kamar kami, dan bersama dengan puputan angin segar, berdesah dengan dedaunnya serta mengirimkan kepada kami ucapan selamanya dalam bentuk bau harumnya. Aku duduk di lantai, sebagaimana sekarang ini, pada sebuah meja rendah, di kiriku Dik Rukmini yang sedang menulis”. (Fragmen surat Kartini bertanggal 15 Agustus 1902)
Contoh prosa liris R.A Kartini lainnya:
“Betapa ini jiwa, Dalam sorai melanglang, Jantung pun gelegak berdenyar, Bila itu mata sepasang, Rumah pandang menatap, Jabat tangan hangat diulurkan. Tahu kau, samudra biru, Menderai dari pantai ke pantai? Di mana, bisikan padaku, Di mana, mukjizat bersemai?”
Prosa R.A Kartini ditulis dalam bentuk surat dengan menampilkan cerita dan kisah-kisah yang kaya dengan ilustrasi dan imajinasi. Bentuk surat memang memiliki kelebihan sendiri dalam mengungkapkan cerita. Bahasa Kartini sangat dekat dengan liris, bahkan sangat posesif.
Dalam segi bentuk, puisi juga berbeda dengan karya satra yang lain (prosa dan drama). Dari contoh-contoh di atas sudah diketahui perbedaan bentuk antara puisi dan prosa. Puisi berbentuk bait-bait sedangkan prosa berbentuk paragraph. Bagaimana jika puisi diubah menjadi prosa? Hal tersebut biasa disebut memparafrasekan puisi. Lihat contoh puisi di bawah!

ANGIN

Ketika aku kecil
Aku hanya tahu
Angin yang suka menerbangkan kertas-kertasku
Mama bilang, itu angin nakal
Dan aku tidak boleh begitu.
…..
(Lucia Maria Djundjung)

Kutipan bait pertama puisi di atas jika diubah menjadi bentuk prosa adalah sebagai berikut.
Ketika aku kecil, aku hanya tahu tentang angin yang suka menerbangkan kertas-kertasku. Lalu kemudian mama bilang kepadaku, “Itu angin nakal. Kamu tidak boleh begitu!”
Sedangkan perbedaan bentuk puisi dengan drama yaitu drama berbentuk dialog-dialog yang menggunakan kalimat langsung. Mari pelajari apakah drama itu lebih dahulu!
Drama adalah laku yang meniru laku dalam kehidupan nyata untuk memberikan pengukuhan dan alternatif bagi kehidupan itu sendiri. Karena yang ditekankan adalah laku, maka kata-kata/dialog dalam drama harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan situasi interaksi atau komunikasi manusia yang melibatkan tidak hanya kata-kata/dialog itu sendiri, tetapi juga situasi yang melingkungi dialog, seperti siapa yang berdialog, kapan dan di mana dialog itu berlangsung, dan mengapa dialog itu diutarakan.
Sebagai naskah yang utuh, drama dibangun oleh beberapa unsur yang saling berkaitan, yaitu dialog, petunjuk pemanggungan, plot, dan karakter. Dialog merupakan ucapan tokoh tertentu yang kemudian disusul oleh ucapan tokoh yang lain. Melalui pergiliran ucapan tokoh-tokoh itulah segala informasi diutarakan perlahan-lahan dari awal sampai akhir drama. Karena itulah kedudukan dialog sangat penting dan utama di dalam drama. Selain itu, informasi juga diberikan melalui petunjuk pemanggungan. Petunjuk pemanggungan adalah teks sampingan yang berfungsi untuk memberikan petunjuk tentang berbagai aspek pemang-gungan, yakni aspek karakter, penuturan, dan desain. Teks ini mungkin terdapat di dalam dialog (intradialog) dan mungkin pula terdapat di luar dialog (ekstradialog).

Berikut ini contoh penulisan naskah drama yang diambil dari novel Siti Nurbaya, Bab I “Pulang dari Sekolah”

Adegan 1

Samsul Bahri : (gelisah dan kepanasan) “Mengapa Pak Ali terlambat datang hari ini?”

Nurbaya : “Ya, biasanya, sebelum pukul satu ia sudah di sini. Sekarang, jam di kantor telepon itu sudah hampir setengah dua.”

Samsul Bahri : “Jangan-jangan tertidur karena tadi malam ia minta izin pergi menonton komidi kuda kepada ayahku. Kalau benar, aku akan mengadukannya pada ayah.”

Nurbaya : “Ah, jangan Sam! Kasihan orang tua itu. Sudah bertahun-tahun, ia bekerja pada ayahmu. Ia belum pernah melakukan kesalahan sekali pun. Menurutku, mungkin ada alasan yang membuat ia terlambat. Kita berjalan kali saja perlahan-lahan. Siapa tahu, kita berpapasan di jalan (membuka paying dan berjalan ke luar halaman sekolah).”

Samsul Bahri : “Tapi, aku amat lelah Nur dan hari amat panas. Lihat mukamu, telah memerah jambu karena pana matahari (sambil mengikut berjalan).”

Nurbaya : “Kan ada paying! Kita dapat memakainya bersama. Merah mukaku bukan hanya karena panas matahari, sejak dari sekolah memang sudah merah.”

Samsul Bahri : “Mengapa? Dimarahi guru?”

Nurbaya : “Bukan Sam, tapi …”

Pak Ali : (Tiba-tiba, Pak Ali masuk dengan tergopoh-gopoh. Ia menghampiri mereka berdua. Ia pun berkata dengan napas terengah-engah) “Engku muda, jangan marah, Engku Penghulu, ayah tuanku, menyuruh hamba menjemput Datuk Maringgih. Hamba terlambat dating karena mencari-cari Engku Datuk ke rumahnya di Ranah.”

Samsul Bahri : “Hm, ayolah Nur! Kita naik bendi sekarang, supaya lekas sampai rumah. Perutku telah berteriak minta makan.”


Adegan 2

Suasana di rumah Sultan Mahmud, ayah Samsul Bahri, beliau sedang berbicara dengan Datuk Maringgih.

Sultan Mahmud : “Ah, telah pukul satu rupanya.” (saat ia melihat Samsul Bahri pulang dari sekolah.)

Datuk Maringgih : “Sudah setengah dua.” (setelah melihat arloji rantainya yang besar.).

Sultan Mahmud : “Jadi, Engku Datuk memberi pinjaman kepada hamba uang 3.000 rupiah itu?”

Datuk Maringgih : “Tentu.”

Sultan Mahmud : “Tapi, apa jaminan untuk utang hamba, Engku Datuk?”

Datuk Maringgih : “Tak perlulah. Hamba percaya kepada Tuanku            Penghulu.Jika orang lain, tentu hamba minta jaminan.”

Sultan Mahmud : “Terima kasih atas kepercayaan Engku Datuk. Akan tetapi, utang haru ada tandanya. Bagaimana bila esok hamba meninggal sebelum utang terbayar? Hamba akan kirimkan surat perjanjian bahwa rumah dan tanah ini telah hamba gadaikan kepada Engku dengan harga 3.000 rupiah.”

Datuk Maringgih : “Terserah Tuanku saja. Hamba minta diri dahulu. (Datuk Maringgih dan Sultan Mahmud terlihat berjabat tangan. Datuk Maringgih kemudian keluar rumah. Sultan Mahmud terlihat menarik napas lega, lalu masuk ke dalam rumah).”

Setelah mengetahui perbedaan antara puisi, prosa dan drama maka kita juga harus mengetahui apakah hakikat puisi itu. Hakikat puisi dibagi menjadi tiga aspek:
1.      Keindahan
Puisi harus memiliki unsur keindahan. Keindahan muncul karena unsur bunyi, pilihan kata, irama, rima, gaya bahasa dan berguna karena makna atau pesan. Dalam seni, sesuatu disebut kaidah jika memenuhi hokum dulce at utile (indah dan berguna).
2.      Kepadatan
Kata-kata dalam puisi adalah kata-kata yang bermakna. Maka kata yang tidak fungsional akan dibuang.
3.      Ekspresi tidak langsung
Puisi senantiasa mengekspresikan atau mengungkapkan perasaan atau pikiran penyair. Penyampaiannya dilakukan secara tidak langsung. Karena itu makna puisi umumnya tersimpan di balik makna yang sesungguhnya (menggunakan makna konotatif).

B.     Macam-macam Definisi Puisi
Banyak para ahli yang mencoba mendefinisikan puisi. Mereka mencoba memberikan batasan mengenai puisi. Di bawah ini beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang puisi.

°       Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
°       Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
°       William Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
°       Theodore Watts-Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
°       Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
°       Edgar Allan Poe berpendapat bahwa puisi adalah adalah ciptaan tentang sesuatu keindahan dalam bentuk berirama. Citarasa adalah unsur yang diutamakan. Hubungan dengan budaya intelek atau dengan suara hati hanya merupakan hubungan yang selari. Jika bukan secara kebetulan, ia tidak ada kena mengena langsung sama ada dengan tugasnya atau dengan kebenaran.
°       Matthew Arnord berpendapat bahwa puisi adalah kritikan tentang kehidupan menurut keadaan yang ditentukan oleh kritikan untuk kritikan itu sendiri melalui beberapa peraturan tentang keindahan dan kebenaran yang puitis.
°        Andrew Bradley berpendapat bahwa puisi yang sebenarnya adalah terdiri daripada rangkaian pengalaman tentang bunyi, imej, pemikiran dan emosi yang kita alami sewaktu kita membacanya dengan cara sepuitis mungkin.
°       Edwin Arlington Robinson mengemukakan pendapatnya bahwa puisi adalah bahasa yang menyampaikan sesuatu yang sukar hendak dinyatakan, tak peduli puisi itu benar atau sebaliknya.
°       Auden berpendapat bahwa puisi lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
°        H.B. Jassin berpendapat bahwa puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan.
°       Baha Zain berpendapat bahwa puisi tidak berbicara segalanya dan tidak kepada semua. Ia adalah pengucapan suatu fragmen pengalaman dari suatu keseluruhan seorang seniman.
°        Shahnon Ahmad berpendapat bahwa puisi adalah rekod dan interpritasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam bentuk yang paling berkesan.
°       Usman Awang berpendapat bahwa puisi bukanlah nyanyian orang putus asa yang mencari ketenangan dan kepuasan dalam puisi yang ditulisnya. Taoi puisi ialah satu pernyataan sikap terhadap sesuatu atau salah satu atau keseluruhan kehidupan manusia.
°       A. Samad Said mengemukakan bahwa puisi pada hakikatnya adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya. Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya mengalir melalui bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang penyair.

Demikian berbagai pendapat tentang definisi puisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli. Meskipun berbeda antara satu sama lain, namun dari semuanya oleh Shahnon Ahmad ditarik satu kesamaan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur. (Pradopo, 1993:7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar